Maaf, area blog ini tidak dapat di Klik Kanan. Terimakasih Telah Berkunjung di PUSTAKA-ALI. By Ali Morteza Pustaka - Ali: Hermeneutik Wilhelm Dilthey
. . . SELAMAT DATANG DI BLOG Pustaka - Ali” . . . . . . Selamat Menikmati . . . Selamat Menikmati . . . Selamat Menikmati . . . Selamat Menikmati . . . Selamat Menikmati . . . Selamat Menikmati . . . Selamat Menikmati . . .

Senin, 05 Desember 2011

Hermeneutik Wilhelm Dilthey

HERMENEUTIK WILHELM DILTHEY

Disusun Oleh : ALI MORTEZA

Hermeneutika (hermēneuein ἑρμηνεύειν dari Yunani kuno, menjelaskan, menerjemahkan, menafsirkan,[1] adalah sebuah teori tentang interpretasi dan pemahaman sebuah karya.

Hermeneutika yang dimaksudkan yaitu konstruksi atau interpretasi dari realitas kehidupan dalam waktu (masa lalu-sekarang-masa depan). Kehidupan nyata itu dimediasi melalui ekspresi, pengalaman dan pemahaman (oleh Dilthey). Dalam tradisi filosofis, hermeneutika (sejak abad ke-19.) Tiga fungsi:
• Sebagai lawan dari ilmu pengetahuan
• Penekanan pada kesejarahan manusia dalam dunia
• Analisis kondisi (hidup) yaitu ekspresi manusia (tentang seni) di seluruh (dunia)
Sebagai metode Humaniora Dilthey merumuskan dalam tradisi hermeneutika Schleiermacher. Hermeneutika ini pertama dibebaskan dari metode penafsiran tekstual belaka dan biasanya terbuka dalam bidang pemahaman. Dilthey mengembangkan gagasan ini lebih lanjut dan menunjukkan bahwa tidak hanya setiap kata yang mana artinya hanya diterima begitu saja, ini hubungannya dengan teks, tetapi juga berhubungan dengan pikiran, sastra. Menurut Dilthey yang sekarang diperlukan untuk semua ekspresi kehidupan manusia, adalah sebuah pemahaman. Makna itu selalu tergantung pada konteks dan karena itu tidak pernah absolut. Gerakan manusia, seni, gaya arsitektur, hukum, perintah, ide-ide agama hanya dalam konteks makna saja.

Humaniora, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Balai Pustaka: 1988), adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia lebih berbudaya. Kategori yang tergolong dalam ilmu ini antara lain:
• Teologi
• Filsafat
• Hukum
• Sejarah
• Filologi
• Bahasa, Budaya & Linguistik (Kajian bahasa)
• Kesusastraan
• Kesenian

Barulah muncul hermeneutika Wilhelm Dilthey untuk masalah seperti masalah dalam sebuah percobaan, yaitu individu hubungannya dengan seluruh pemahaman, sehingga seakan-akan ini diasumsikan bahwa semuanya itu sudah diketahui. Oleh karena itu hasilnya adalah sebuah lingkaran: individu mengungkapkan dirinya dari keseluruhan, seluruh individu. Wilhelm Dilthey disebut lingkaran hermeneutik ini. Ini bukan kekurangan Dilthey, yang menempel metode, tetapi sifat pemahaman: pemahaman adalah bahwa ia harus bergerak sepanjang lingkaran ini. Hal ini penting untuk tidak menghindari lingkaran ini, tapi cara yang tepat untuk masuk ke dalam pada dirinya. Lebih tepatnya, lingkaran tidak dapat dihindari, karena pemahaman setiap didasarkan pada pemahaman sebelumnya. Artinya tidak dapat dibangun dari saat-saat individu berhubungan. Struktur makna adalah hubungan yang berbeda dari unsur-unsur. Dilthey telah membawa ini ke dalam rumus, bahwa pikiran tidak bisa pergi ke balik kehidupan. Hermeneutika juga menunjukkan bahwa setiap fakta terikat atau wawasan atau pengamatan selalu pada pemahaman sebelumnya. Dalam hal ini, tidak ada, sebagai filsuf empiris ilmu pengetahuan di zamannya percaya "data mentah" yang benar-benar bebas dari interpretasi apapun. Setiap pengamatan ilmiah dengan demikian, ini merupakan teori yang mendasari implisit atau eksplisit atau lebih umum: sebuah pemahaman awal dari masalah ini.

Melihat Dilthey awalnya pengalaman sebagai dasar hermeneutika dan pemahaman sebagai wawasan psikologis ke dalam proses mental seorang penulis, jadi dia berangkat dari sudut pandang psikologis, menggeser hal ekspresi dan ekspresi pemahaman di jantung metodologi humaniora: Humaniora memiliki pekerjaan yang sehubungan antara pengalaman, ekspresi dan pemahaman diklarifikasi. Ini merupakan ekspresi dari objektifikasi semangat universal era sebagai manifestasi impuls individu hidup seorang penulis atau artis.
Dalam merumuskan hermeneutika, Dilthey ini terikat di 20 Century, terutama Martin Heidegger, Hans-Georg Gadamer dan Paul Ricoeur di.

Schleiermacher lebih menekankan pada "pemahaman pengalaman pengarang" atau bersifat psikologis, sedangkan Dilthey menekankan pada "ekspresi kehidupan batin" atau makna peristiwa-peristiwa sejarah.

Ada satu hal prinsip lagi yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemahaman-khususnya dalam pemahaman terhadap teks sastra yakni gagasan "lingkaran hermeneutika" yang dicetuskan oleh Dilthey dan yang diterima oleh Gadamer. Dalam studi sastra, gerak melingkar dari pemahaman ini amat penting karena gagasan ini menganggap bahwa untuk memahami objek dibatasi oleh konteks-konteks. Misalnya, untuk memahami bagian-bagian harus dalam konteks keseluruhan dan sebaliknya, dalam memahami keseluruhan harus memahami bagian per bagian. Dengan demikian, pemahaman ini berbentuk lingkaran. Dengan perkataan lain, untuk memahami suatu objek, pembaca harus memiliki suatu pra-paham, kemudian pra-paham itu perlu disadari lebih lanjut lewat makna objek yang diberikan. Pra-paham yang dimiliki untuk memahami objek tersebut bukanlah suatu penjelasan, melainkan suatu syarat bagi kemungkinan pemahaman. Lingkaran pemahaman ini merupakan "lingkaran produktif." Maksudnya, pemahaman yang dicapai pada masa kini, di masa depan akan menjadi pra-paham baru pada taraf yang lebih tinggi karena adanya pengayaan proses kognitif. Oleh karena itulah penafsiran terhadap teks dalam studi sastra pada prinsipnya terjadi dalam prinsip yang berkesinambungan.

Hermeneutika Tradisional
Refleksi kritis mengenai hermeneutika mula-mula dirintis oleh Friedrich Schleiermacher, kemudian dilanjutkan Wilhelm Dilthey. Hermeneutika yang mereka kembangkan kemudian dikenal dengan "hermeneutika tradisional" atau "romantik". Mereka berpandangan, proses versetehen mental melalui suatu pemikiran yang aktif, merespons pesan dari pikiran yang lain dengan bentuk-bentuk yang berisikan makna tertentu (Lefevere, 1997: 47). Pada konteks ini dapat diketahui bahwa dalam menafsirkan teks, Schleiermacher lebih menekankan pada "pemahaman pengalaman pengarang" atau bersifat psikologis, sedangkan Dilthey menekankan pada "ekspresi kehidupan batin" atau makna peristiwa-peristiwa sejarah. Apabila dicermati, keduanya dapat dikatakan memahami hermeneutika sebagai penafsiran reproduktif. Namun, pandangan mereka ini diragukan oleh Lefevere (1977: 47) karena dipandang sangat sulit dimengerti bagaimana proses ini dapat diuji secara inter-subjektif. Keraguannya ini agaknya didukung oleh pandangan Valdes (1987: 58) yang menganggap proses seperti itu serupa dengan teori histori yang didasarkan pada penjelasan teks menurut konteks pada waktu teks tersebut disusun dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang definitif.
Jika diapresisasi secara lebih jauh, Lefevere tampak juga ingin menyatakan adanya cara-cara pemahaman yang berbeda pada ilmu-ilmu alam (naturwissen schaften). Baginya, ilmu-ilmu alam lebih mendekati objeknya dalam erklaren (2), dan ilmu-ilmu sosial serta humanistis (geisteswissenschaften) lebih mendekati objeknya dengan versetehen. Selain itu, perlu dikatakan bahwa cara kerja ilmu-ilmu alam lebih banyak menggunakan positivisme logis dan kurang menggunakan hermeneutika. Cara semacam itu tentu saja sangat sulit diterapkan pada ilmu-ilmu sosial dan humaniora (1977: 48), apalagi secara spesifik dalam karya sastra karena menurut Eagleton (1983) "dunia" karya sastra bukanlah suatu kenyataan yang objektif, tetapi Lebenswelt (bahasa Jerman), yakni kenyataan seperti yang sebenarnya tersusun dan dialami oleh seorang subjek.
Menurut Lefevere, varian hermeneutika tradisional ini juga menganut pemahaman yang salah tentang penciptaan. Varian ini agaknya cenderung mengabaikan kenyataan bahwa antara pengamat dan penafsir (pembaca) tidak akan terjadi penafsiran yang sama karena pengalaman atau latar belakang masing-masing tidak pernah sama. Dengan demikian, teranglah di sini bahwa varian ini tidak mempertimbangkan audience (pembacanya). Peran subjek pembaca sebagai pemberi respon dan makna diabaikan (1977: 47-48); Eagleton, 1983: 59; Valdes, 1987: 57; Madison, 1988: 41). Yang jelas, varian ini terlalu berasumsi bahwa semua pembaca memiliki pengetahuan dan penafsiran yang sama terhadap apa yang diungkapkan.
Kelemaham yang ditampakkan dalam varian hermeneutika tradisional, sebagaimana diungkapkan oleh Lefevere, karena berpegang pada cara berpikir kaum positivis yang menganggap hermeneutika (khususnya versetehen) hanya "menghidupkan kembali" (mereproduksi). Sejalan dengan Betti, Lefevere membenarkan bahwa interpretasi tidak mungkin identik dengan penghidupan kembali, melainkan identik dengan rekonstruksi struktur-struktur yang sudah objektif, dan perbedaan interpretasi merupakan suatu hal yang dapat terjadi. Maksudnya, penafsir dapat membawa aktualitas kehidupannya sendiri secara intim menurut pesan yang dmunculkan oleh objek tersebut kepadanya (Lefevere, 1977: 49). Hal ini menurut Lefevere merupakan soal penting yang harus dilakukan dalam penafsiran teks sastra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Comment Blog ini untuk dijadikan sebagai editan baru demi kelengkapan isi dalam blog ini