Maaf, area blog ini tidak dapat di Klik Kanan. Terimakasih Telah Berkunjung di PUSTAKA-ALI. By Ali Morteza Pustaka - Ali: TAFSIR SURAT AL-AHZDAB (ayat 33) Ditulis Oleh : Ali Morteza
. . . SELAMAT DATANG DI BLOG Pustaka - Ali” . . . . . . Selamat Menikmati . . . Selamat Menikmati . . . Selamat Menikmati . . . Selamat Menikmati . . . Selamat Menikmati . . . Selamat Menikmati . . . Selamat Menikmati . . .

Senin, 12 Desember 2011

TAFSIR SURAT AL-AHZDAB (ayat 33) Ditulis Oleh : Ali Morteza

TAFSIR SURAT AL-AHZDAB (ayat 33)


Ditulis oleh ALI MORTEZA


وَ قَرْنَ في‏ بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجاهِلِيَّةِ الْأُولى‏ وَ أَقِمْنَ الصَّلاةَ وَ آتينَ الزَّكاةَ وَ أَطِعْنَ اللهَ وَ رَسُولَهُ إِنَّما يُريدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهيرا

“Dan hendaklah kamu menetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah zaman dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan menyucikan kamu sesuci-sucinya.”


Tafsir :

  1. Ayat ini membatasi pengertian Ahlul Bait dengan adanya beberapa kaidah bahasa arab yang tertuang di dalam kalimat-kalimat ayat ini, seperti pada no. 2 dan seterusnya.
  2. Penggunaan kata (إِنَّما) atau “sesungguhnya” yang digunakan sebagai pengecualian dan pembatasan. Bentuk (إِنَّما) ini biasa disebut dengan “aadatu lilqashr”. Sehingga kalimat setelah (إِنَّما) ini adalah kalimat yang ditujukan kepada objek yang terbatas.
  3. Pengunaan kata ganti (عَنْكُمُ) atau “dari kalian” atau “darimu” ini yang menjelaskan adanya kaum lelaki, karena (كُمُ) atau “kalian” atau “-mu” ini dalam kaedah bahasa Arab adalah “kalian (untuk laki-laki)” atau “-mu (untuk laki-laki)”. Dan ini membedakan dengan kalimat-kalimat sebelumnya, yaitu kata (كُنَّ) atau “kalian (untuk perempuan)” atau “-mu (untuk perempuan)” yang terdapat pada kata (بُيُوتِكُنَّ) atau “di rumah kalian (untuk perempuan)” atau “di rumahmu (untuk perempuan)” yang mana kata ini menjelaskan kepada perempuan, dengan demikian jelas bahwasannya, istri-istri Nabi ini yang menjadi pokok pembicaraan ayat-ayat sebelumnya(*) dan juga setelahnya itu telah mengeluarkan pembicaraan mengenai ahlul bait. Sedangkan pada ayat 33 Al-Ahzab ini setelah kata (إِنَّما) atau “sesungguhnya” ini menjelaskan mengenai Ahlul Bait, sehingga, bisa dilihat bahwa sebelum kata (إِنَّما) ini membicarakan mengenai istri-istri Nabi, dan kemudian setelah kata (إِنَّما) membahas masalah Ahlul Bait, maka istri-istri Nabi tidak termasuk di dalamnya.
  4. Kata kerja yang digunakan ayat ini adalah (مضارع) atau continuous (dalam bahasa Inggris) atau sedang terjadi/dilakukan, ini pertanda bahwa kehendak Allah ini tidak mengenal waktu dan tempat baik itu (يُريدُ) atau “bermaksud”, (يُذْهِبَ) atau “menghilangkan” atau (يُطَهِّرَ) atau “menyucikan”.
  5. Dalam ayat ini Allah menjauhkan kotoran dari Ahlul Bait, bukan menjauhkan Ahlul Bait dari kotoran. Bisa dikatakan, Allah mencegah dari adanya kotoran-kotoran (dosa).
  6. Penjauhan kotoran demikian ini tidak menghilangkan ikhtiyar Ahlul Bait, berbeda dengan Ahlul Bait yang dijauhkan. Jika Allah menjauhkan kesalahan dari Ahlul Bait, maka Ahlul Bait tetap pada ikhtiyarnya sebagai manusia. Sedangkan jika Allah menjauhkan Ahlul Bait dari kesalahan, maka Ahlul Bait tidak lagi ada ikhtiyar, karena Ahlul Baitnya yang dijauhkan dari kesalahan, sehingga Ahlul Bait tidak perlu berusaha susah payah dalam hidup, tanpa shalatpun, tetap Ahlul Bait dijauhkan dari kesalahan, maka yang demikian adalah salah, karena Ahlul Bait tidak ikhtiyar jika demikian. Maka dari itulah dikatakan bahwasannya, kesalahanlah yang dijauhkan dari Ahlul Bait.
  7. Kalimat (الرِّجْسَ) dalam bahasa Arab ini berarti kotoran-kotoran, baik lahir maupun batin. Sehingga, kotoran-kotoran lahir-batin ini yang dijauhkan dari Ahlul Bait oleh Allah. 
  8. Karena ayat ini menggunakan bentuk (كُمُ), maka bentuk kata ini mengharuskan ada orang orang yang dimaksudkan. Sebagaimana dalam bahasa Indonesia sendiri contoh kalimat “Aku berjalan dengannya”. Maka, kata “-nya” ini mengharuskan orang khusus yang dimaksudkan. Sama halnya bentuk (كُمُ) ini. Dan dari inilah dikatakan bahwa Ahlul Bait di sini terbatas. Yakni siapa ?
  9. Sebagaimana dalam riwayat(**). Ummu l`mu`minin Aisyah mengatakan, "Pada suatu pagi Rasulullah saw keluar dari rumah) dengan membawa kain berbulu yang berwarna hitam. Kemudian datang (kepada beliau) Hasan putra Ali, lalu beliau memasukkannya (ke bawah kain); lalu datang Husayn lantas dia masuk bersamanya; kemudian datang Fathimah,lantas beliau memasukannya; kemudian datang Ali, lalu beliau memasukannya. Kemudian beliau membaca QS. Al-Ahzab : 33 : ‘Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan keraguan dari kalian wahai Ahlulbait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya’ ". Dan Dari Ummu Salamah bahwa Nabi saw. telah mengerudungkan sehelai kain ke atas Hasan, Husayn, Ali, Fatimah lalu beliau berkata, "Ya Allah, mereka ini Ahlulbaitku dan orang-orang terdekatku, hilangkanlah dari mereka keraguan dan sucikan mereka sesuci-sucinya,". Kemudian Ummu Salamah berkata: "Aku ini bersama mereka wahai Rasulullah ?". Beliau bersabda, "Sesungguhnya engkau berada di atas kebaikan".(****)
  10. Ayat ini juga menjelaskan kema’shuman Ahlul Bait, sebagaimana Allah menjauhkan kotoran-kotoran baik lahir maupun batin, itu sudah jelas.
  11. Dengan disebutkannya objek “Allah” ini menjelaskan adanya inayah Allah kepada mereka Ahlul Bait.
  12. Adanya inayah Allah ini karena mereka Ahlul Bait memiliki tugas. 
  13. Untuk menjadi tauladan manusia dibutuhkan kematangan mental dan spiritual
  14. Ahlul bait adalah manusia-manusia pilihan.
  15. Manusia akan menoreh setiap perbuatan dan prilaku tidak baik dari orang lain apalagi dari suri tauladannya, karena pribadi-pribadi ini harus agung dan mulia dari seluruh prilakunya.
  16. Iradah yang ada dalam ayat ini adalah iradah takwiniyyah, yang berarti penciptaan. Artinya iradah takwiniyyah Allah ini berhubungan dengan penciptaan. Sebagaimana Allah mengatakan pada QS. Yasin : 82 : “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka terjadilah ia.”. Dalam ayat ini Allah Swt, dengan iradah takwiniyyah-Nya telah memberikan kekuatan pada Ahlul Bait untuk dapat meninggalkan segala kotoran dan menjauhkannya, sehingga mereka selamanya terjaga dari dosa.
  17. Ahlul bait adalah manusia-manusia sempurna yang menjadi manifestasi-manifestasi (tajalli) Allah.
  18. Ahlul bait adalah hakikat Al-Quran suci, karena Al- Quran mengatakan tidak ada yang bisa memahami Al-Quran kecuali orang-orang yang suci. Ini jelas.
  19. Adanya pengukuhan (penekanan) di dalam ayat ini selain menjelaskan kesungguhan dan kepastian perbuatan Tuhan juga menjelaskan tentang kesempurnaan kesucian mereka. Artinya bahwa mereka adalah orang yang paling suci pada zamannya.
  20. Penggunaan kata kerja dalam bentuk continous dan adanya (كُمُ) menjelaskan adanya pribadi-pribadi yang disucikan dalam setiap zaman.
  21. Kehendak Allah akan penyucian mereka, karena Allah dalam perbuatanNya memiliki tujuan yang mana tujuanNya adalah menjadikan mereka figur-figur dan tauladan bagi umat manusia.
  22. Karena mereka adalah orang-orang yang suci dalam prilaku, suci dalam spiritual maka pandangan mereka mampu tembus keseluruh alam jagat raya tidak terkecuali manusia. Sebagaimana perkataan Allamah Thaba’thaba’i mengatakan, “Akal itu jika telah melangit, maka ia akan tahu segala materi, dari sebelum adanya materi hingga setelah adanya dan hingga tidak adanya materi itu kembali”.(***)
  23. Untuk bisa mengenali mereka, ya kita diharuskan untuk memiliki kesenyawaan dengan mereka yaitu kesucian. Artinya untuk mengenali mereka perlu adanya “tazkiyatun nafs” yakni penyucian diri dulu pada diri kita masing-masing.
  24. Makna (يُذْهِبَ) dan (يُطَهِّرَ) dalam ayat itu bermakna bukan penolakan, bukan juga pengangkatan. Artinya, kalau pengangkatan itu mengangkat yang sudah ada, sedangkan penolakan menolak dari awal. (kaedah ilmu Nahwu)
  25. Kalimat (تَطْهيرا) adalah maf’ul muthlaq (atau objek dalam sebuah kalimat yang menunjukkan kesungguhan, yang menunjukkan pembicara itu sungguh-sungguh atau benar-benar menginginkan atau menghendaki yang diucapkan tersebut) yang ada dalam ayat tersebut menunjukan keagungan artinya penyucian yang ada dalam ayat ini bersifat khusus.
  26. Dari adanya kalimat (إِنَّما) sebagai kata untuk membatasi, ini menjelaskan bahwa Allah tidak punya kehendak lain kecuali mensucikan mereka.
  27. Kalimat (يُريدُ), kata kerja bentuk (إفعل) memiliki makna permohonan dan permintaan bersamaan dengan adanya ikhtiar dan pilihan.
  28. Di dalam ayat ini yang termasuk anggota Ahlul Bait adalah Nabi. Karena itu penyucian lahir-batin dan penolakannya memiliki kesamaan dengan anggota-anggota Ahlul Bait lainnya(Imam Hasan bin Ali, Imam Husain bin Ali, Imam Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fathimah). Karena untuk anggota-anggota Ahlul Bait yang lain memiliki makna yang berbeda, maka harus ada isyarat lain yang terpisah yang menjelaskan perbedaan tersebut. Dengan demikian ayat tersebut tidak ada hubungannya dengan istri-istri Nabi. Ini jelas.
  29. Kalau Ahlul Bait ini termasuk Ahlul Bait nabi niscaya ayat itu tidak dibatasi dan tidak dikecualikan, karena ayat sebelumnya berbicara juga tentang istri-istri Nabi. Maka dari itu, Ahlul Bait di sini adalah khusus lima orang itu.
  30. Alquran tidak pernah menyebutkan istri-istri Nabi dengan sebutan Ahlil Bait. Dan hanya menyebutkan dengan panggilan “Wahai perempuan Nabi” atau (يانساءالنبي) atau “Wahai istri Nabi”.
  31. Istri Nabi sebagai Ahlil Bait Nabi dalam pengertian secara masyarakat umum bukan khusus. Artinya ketika kita membicarakan tentang keluarga maka ada ayah, ibu dan sebagainya. 
  32. Kalau Istri-istri nabi dimasukkan juga pada ahlul bait itu tidak sesuai dengan makna penyucian dari segala kotoran karena dalam surat yang lain istri-istri nabi pun ada juga yang menyakiti Nabi sehingga Allah mengancam untuk menceraikannya yang terdapat dalam surat At- Tahrim.



(*)   : QS. Al-Ahzab : 1-32
(**) : Lihat dalam :
- Shahih Muslim bab fadha`il Ahli bayti l`Nabiyy
- Al-Mustadrak ‘ala l`Shahihayn 3/147
- Sunan Al-Bayhaqi 2/149
- Tafsir Ibnu Jarir Al-Thabari 22/5
(***) : Dalam buku Bidayah Al-Hikmah pelajaran sebelas tentang knowledge, knower, and object.
(****): HR Al-Turmudzi 2:319

Referensi :
- Buku Angin Wilayah
- Buku Bidayah Al-Hikmah
- Shahih Muslim
- Al-Mustadrak 'ala Al-Shahihayn
- Tafsir Ibn Jarir Al-Thabari
- HR At-Turmudzi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Comment Blog ini untuk dijadikan sebagai editan baru demi kelengkapan isi dalam blog ini